Rabu, 23 Juni 2010
Bisnis Perikanan Global Makin Membaik
Tahun 2010 bisnis perikanan budidaya cerah seiring dengan membaiknya perekonomian global dan kebutuhan masyarakat terhadap produk perikanan yang meningkat.
Hingga saat ini produksi perikanan tangkap Indonesia berada pada peringkat ke-4 dunia setelah China, Peru, dan AS, sedangkan perikanan budidaya berada pada peringkat ke-3 setelah China dan India.”Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia 2015,” kata Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Prof. Dr. Syamsul Maarif saat acara bedah program kerja 100 hari Depertemen Kelautan dan Perikanan (DKP) akhir Desember silam.
Syamsul mengungkapkan, tren produksi perikanan dunia cenderung menurun seiring tingginya kerusakan ekosistem laut dan fenomena perubahan iklim, sementara di sisi lain kebutuhan ikan terus meningkat. “Dunia saat ini juga dihadapkan dengan persoalan daging hewan darat yang banyak terjangkit flu burung, antraks, dan sapi gila. Ke depan ikan menjadi komoditas strategis masyarakat global karenanya DKP telah menetapkan visi Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015,” terangnya.
Dalam menggenjot produksi perikanan Indonesia, DKP yang saat ini berubah nama menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah komando Fadel Muhammad memprioritaskan programnya pada sektor budidaya perikanan dengan mengandalkan 10 komoditas perikanan, yaitu rumput laut, catfish (patin dan lele), nila, bandeng, udang (windu dan vanname), ikan mas, gurami, kakap, dan kerapu. Penempatan perikanan budidaya sebagai primadona, kata Syamsul, bukanlah tanpa alasan karena Indonesia memiliki potensi lahan budidaya seluas 11,8 juta ha dan baru dimanfaatkan 762 ribu ha (6,46%) sehingga masih tersisa lahan 11 juta ha (93,64%).
Dilihat dari sisi pasar, tren dunia menunjukkan kebutuhan akan produk perikanan terus mengalami peningkatan karena, ”Ikan telah dipandang sebagai produk universal, menyehatkan dan mencerdaskan konsumennya,” papar Syamsul. Sayang, Indonesia belum memaksimalkan peluang tersebut. Stagnannya perikanan Indonesia, lanjut dia, karena kita hanya membidik beberapa negara tujuan ekspor konvensional, belum melebarkan sayap ke pasar baru potensial, seperti Timur Tengah, Eropa Timur, dan Asia.
Pihak KKP memperkirakan pada 2010 Indonesia bisa memproduksi 5.376.200 ton produk ikan. Sebagai upaya, KKP telah membuat sebuah grand strategy yang bertumpu pada penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia secara terintegrasi dalam sektor perikanan, pengelolaan sumber daya kelautan secara berkelanjutan, peningkatan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan serta perluasan akses pasar domestik dan internasional.
Ikan Nila
Nila menjadi salah satu primadona perikanan budidaya Indonesia dan telah lama dibudidayakan para petani. Ikan ini diminati masyarakat terutama di Indonesia bagian barat. Selain mempunyai rasa spesifik, daging padat, mudah disajikan dalam berbagai menu, juga harganya relatif murah sehingga terjangkau oleh masyarakat.
Menurut Syamsul Maarif, Indonesia berpeluang meningkatkan statusnya sebagai negara produsen nila terbesar di dunia pada 2015 sejalan dirilisnya strain BEST dan Larasati November lalu. Pemassalan dua strain ini dapat meningkatkan produksi sebesar 27,5% per tahun.
“Menurut saya, prospek bisnis nila untuk 2010 sangat cerah karena perekonomian global kian membaik dan kebutuhan masyarakat dunia terhadap ikan dan produk perikanan lainnya tiap tahun terus meningkat,” kata Iskandar Ismanadji, Direktur Pembudidayaan Ikan, KKP. Ia beralasan, di antara jenis ikan bersirip (finfish), pertumbuhan produksi nila yang tertinggi, sekitar 23,96 %, dalam kurun waktu 2004—2008, dari 97.116 ton menjadi 220.900 ton.
Di samping pasar domestik, nila juga memiliki prospek yang positif di pasar internasional. Terlebih kini fillet nila merupakan komoditas ekspor yang sejak lama diminati negara-negara importir khususnya Arnerika Serikat, sebagai alternatif sumber protein non-kolesterol.
Patin Masih Menjanjikan
Meskipun harga jual ikan patin saat ini mengalami penurunan yang sangat dratis, tapi diproyeksikan, bisnis patin 2010 masih menjanjikan. Petani patin berharap pemerintah membantu akses pemasaran.
Salah seorang pengusaha benih patin di Bogor, Imza Hermawan, mengungkapkan, harga patin konsumsi tahun silam mengalami penurunan sampai titik terendah. Di Jabar dan Sumsel berkisar Rp8.000—Rp9000 per kg, Kalsel Rp9.000—Rp11.000 kg. “Masalahnya adalah harga pakan relatif tinggi yang mencapai Rp6.000 per kg sehingga dengan harga patin saat ini petani tidak ada untungnya, bahkan merugi,” keluhnya.
Harga itu sangat berbeda dengan harga sepanjang 2008 yang bisa menembus Rp13.000—Rp20.000 per kg. Sejak Mei 2009 harga patin terus meluncur, bahkan momen Hari Raya Idul Fitri pun tidak mampu menaikkannya. “Ini harus mendapatkan perhatian pemerintah, dan perlu dipikirkan bagaimana meningkatkan harga patin agar petani memperoleh harga yang wajar,”ujar suami Handini ini. Hingga saat ini produksi patin asal Jabar diserap pasar Jabotabek. Pasar utama lainnya adalah Kalsel, Sumsel, Jambi, dan Riau.
Pengusaha patin yang telah merintis usaha pembenihan patin sejak 1998 tersebut mengaku sulit memprediksi harga patin 2010. “Karena pada bulan ini (Desember) biasanya harga patin itu cukup tinggi tetapi kenyataannya sangat rendah. Kalau dilihat dari seretnya pemasaran patin seolah-olah over produksi, tapi kenyataannya tingkat konsumsi ikan orang Indonesia termasuk rendah,”ujarnya prihatin.
Meskipun demikian, Imza memproyeksikan bisnis budidaya patin masih menjanjikan asalkan ada pembenahan dalam pemasaran. “Untuk mengatasi hal ini saya kira tidak bisa dilakukan secara individual, tetapi sistemnya yang harus dibenahi. Dalam hal ini dituntut peran pemerintah untuk mengatasi masalah pemasaran,” tambah Ketua I Catfish Club Indonesia ini. Ia menilai, peran pemerintah sekarang belum cukup menyentuh persoalan utama dalam usaha budidaya patin. Pemerintah lebih banyak berfokus pada peningkatan produksi, tapi tidak memikirkan pemasarannya.
Menyinggung soal adanya impor patin, alumnus Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro Semarang ini menegaskan, impor jelas sangat tidak menguntungkan. Alangkah bagusnya apabila pemerintah bisa menciptakan iklim investasi yang bagus dalam pemasaran patin misalnya mendorong investor untuk membuat fillet patin sekaligus berintegrasi dengan pembuatan tepung tulang dan pemanfaatan limbah fillet patin lainnya. Melalui cara itu, fillet dalam negeri mampu bersaing dalam harga dan kualitas dengan fillet impor.
Udang
Komoditas udang 2010 menurut proyeksi sejumlah pengusaha dan pengamat cukup cerah. Inda Lusiana, S.Pi, Sekjen Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia mengatakan, secara global kebutuhan udang terus meningkat karenanya KKP menargetkan peningkatan produksi udang budidaya 2009 sekitar 348.100 ton menjadi 400.300 ton tahun ini. ”Ini memberi sinyal konsumsi udang dunia itu mengalami peningkatan sehingga produksinya juga harus ditingkatkan,”ujarnya.
Sementara Dr. Ir. Sumpeno Putro, pemerhati perudangan, dalam berbagai kesempatan mengungkapkan, salah satu cara untuk mendorong kinerja ekspor hasil perikanan, Indonesia perlu meningkatkan kemampuan di bidang market intelligence agar dapat mewaspadai pesaing-pesaing baru dan mencari pasar-pasar alternatif.
Beberapa pesaing yang perlu diwaspadai, yaitu Thailand, China, dan Vietnam. Thailand menjadi pemasok udang segar dan olahan, terbesar di dunia. Adapun tujuan ekspor udang dari China terutama ke Jepang, Spanyol, Amerika Serikat, Korsel, dan Taiwan. China adalah pemasar yang andal terbukti dengan terus naiknya pangsa pasar udang dalam beberapa tahun terakhir.
Indonesia perlu mengikuti langkah China dalam memproduksi udang organik. China memproduksi hairy shrimp, white hair rough shrimp, dan moixa. Dengan memproduksi berbagai jenis udang yang beragam, China meraih peluang lebih luas untuk mengekspor udang sesuai permintaan konsumen.
H. Muhammad Thamrin Lubis, pengusaha udang asal Tanjung Balai Asahan, Medan, sependapat dengan saran Sumpeno Putro. Menurutnya, Indonesia selain memasok udang windu dan udang vanname yang selama ini menjadi primadona ekspor juga memiliki udang galah yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sampai sekarang, kata Thamrin, produksi udang budidaya Indonesia masih rendah. Berdasarkan catatan KKP menyebut, perkiraan produksi udang windu Indonesia 2009 mencapai 123.100 ton, sedangkan udang vaname produknya 225.000 ton sehingga total keseluruhan 348.100 ton. “Karenanya kita harus memaksimalkan budidaya udang galah. Udang galah ini kalau diekpor tidak kalah nilainya dengan kerapu,” ujarnya.
Alam Indonesia, lanjut Thamrin, sangat potensial untuk pengembangan udang galah karena kita memiliki banyak sungai besar terutama Sumatera, Kalimatan, dan Papua sebagai areal budidaya udang galah. Budidaya udang ini sebaiknya melibatkan masyarakat di sekitar sungai. ”Kita berikan mereka modal, teknologi serta ada jaminan pemasaran. Jangan hanya berpikir meningkatkan produksi tapi nggak dijamin pasarnya,” kata pengurus Forum Pemerhati Harapan Rakyat Indonesia (FORPHAPI) saat ditemui usai diskusi Evaluasi Program 100 hari KKP di Jakarta.
Masih menurut Thamrin, prospek udang 2010 bagus karena perekonomian dunia semakin bagus.“Hanya perlu lebih jeli dan lebih teliti artinya tata tuang harus diperhatikan. Jangan sampai kita membudidayakan udang di daerah-daerah yang airnya tercemar limbah yang sangat potensial terserang segala macam penyakit sehingga tidak layak untuk diekspor,” paparnya.
Meskipun prospek sejumlah komoditas perikanan tahun ini diperkirakan cerah, tapi bukannya tanpa tantangan. Berlakunya perjanjian pasar bebas antara ASEAN dan China bisa menjadi ancaman serius bagi sebagian besar produk maritim nusantara. ”Ini tantangan bagi kita untuk meningkatkan kualitas produk dalam negeri agar bisa berdaya saing dengan produk negara lain dan menjaga kontinuitas produksi. Kalau selama ini kita mengekspor udang segar, maka ke depan harus berpikir mengekpor udang olahan,” tandasnya.
Marwan Azis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Salam
BalasHapusRekan-rekan yang sedang bergelut di usaha perdagangan ikan, modern market, traditional market, hotel, rumah makan, pemancingan ataupun pabrik pengolahan ikan bersama ini kami bermaksud menawarkan kerjasama suply ikan air tawar untuk usaha rekan-rekan.
Sebagai gambaran saat ini kami sedang bekerjasama dengan kelompok peternak ikan di kolam deras wilayah Subang Jawa Barat. Pola kerjasama dengan peternak ikan berupa penyediaan bibit, pakan, pemasaran hasil budidaya juga penambahan kolam.
Beberapa hari mendatang ada beberapa kolam ikan mas dan nila merah yang akan siap dipanen, perkiraan berat panen 0,4- 0,6 kg per ekor dengan kapasitas +/- 10 ton.
Kelebihan kerjasama dengan kami adalah :
- Ikan lebih gurih dan tidak bau tanah
- Kontinuitas terjamin
(karena kami memiliki kolam sendiri dan bermitra dg peternak di wil subang)
- Kualitas terbaik ikan air deras subang
- Dikirim dalam kondisi hidup sehingga ikan sudah pasti segar
- Harga dapat dibicarakan
- Pola pembayaran flesibel
Demikian penawaran ini kami sampaikan, dengan harapan dapat terjalin kerjasama yang saling menguntungkan ataupun dapat memberikan informasi pasar bagi hasil budidaya kami.
Terima kasih
Salam
SIwi Taufiq R
Info and pemesanan call / sms 085320902122 siwi